Halaman

Selasa, 03 Mei 2011

RT JAUH LEBIH KAYA DARI RW


RT JAUH LEBIH KAYA DARI RW


RT jauh lebih kaya dari RW, khususnya yang ada di RW.03 Pondok Sukmajaya, Depok ini. Betapa tidak, rata-rata iuran warga ke RT adalah Rp. 25.000,- per bulan, tetapi dari sejumlah ini, RT hanya menyetorkan ke RW per warga Rp. 7.500,-. Jadi, jika RT tersebut memiliki 40 warga, ‘keuntungan’ yang diperoleh per bulan adalah 40 X (25.000 – 7.500) = Rp. 700.000,-. Jika harus membayar Pengangkut Sampah Rp. 300.000,- maka sisanya masih sebesar Rp. 400.000,- yang bisa digunakan untuk ‘foya-foya’ karena setiap tahunnya mendapat ‘suntikan dana’ dari Pemerintah sebesar Rp. 700.000,- yang tidak bakal habis digunakan untuk membuat form Pengantar dan membeli tinta untuk capnya. Jelas jauh lebih kaya dari RW yang kini ‘pendapatan’nya defisit (minus). Teganya.
            RT sekarang sudah ‘ongkang-ongkang kaki’ tidak memikirkan harus membayar tenaga keamanan dan membayar uang kebersihan ke Dinas Kebersihan Kota Depok yang nilainya jauh lebih besar dari apa yang seharusnya RT berikan ke RW (ada subsidi dari RW di sini). Mungkin saja pihak RT berkilah, kan RW dapat masukan dana dari pihak-pihak lain. Memang, RW dapat dana dari kios-kios di barat-timur Gapura, dari YP Rachmani, dan juga dari Pemerintah. Tapi masukan dana dari mereka tidak mencukupi kebutuhan dana RW yang ‘dibebani’ banyak kegiatan.
            Jika RW hanya menjalankan fungsi utamanya sebagai jembatan antara Pemerintah dan Warga dalam hal administrasi kependudukan, tentu RW tidak perlu menarik dana apapun dari warga karena untuk membeli tinta cap, tidak akan habis dana dari Pemerintah. Struktur RW juga tidak perlu banyak, cukup 1 atau 2 orang saja yang fungsinya hanya menandatangani dan mengarsipkan Surat Keterangan yang sudah dibuat oleh RT.
            Entah mulai kapan, RW.03 ini dibebani harus mengurus sampah warga dan keamanan (dengan tenaga Satpam). Sewaktu saya menjadi Sekretaris RT (sekitar 2004-2007), di RT masih memiliki 2 tenaga Satpam yang harus dibayar warga, namun pada tahun 2008an tidak ada lagi tenaga Satpam dan sudah dicover oleh Keamanan RW. Namun demikian, dana yang dialokasikan RT untuk membayar Satpam tersebut tetap saja tidak diserahkan ke RW, sehingga ‘pendapatan RT’ menjadi lebih besar.

            Jadi, intinya di tulisan ini adalah mari kita ‘cuci piring’ merestrukturisasi kembali ‘penguasaan’ atas dana warga agar ballance antara kebutuhan RT dan RW sesuai dengan ‘beban’ tanggung-jawabnya. Sudah saya utarakan di atas, jika RW hanya menjalankan fungsi utamanya (Administrasi Kependudukan) saja, RT tidak perlu repot-repot menyisihkan dana ke RW karena Pemerintah sudah memberinya. Kalau ini yang dikehendaki warga, silakan, namun urusan sampah dan keamanan dikembalikan ke RT. Jadi RW tidak lagi memiliki program apapun kecuali menandatangani Surat Keterangan warga yang sudah dibuat oleh RT. Tapi kalau dibebani juga masalah sampah, keamanan, serta penataan dan pembangunan lingkungan, mari kita hitung kembali secara proporsional, berapa iuran warga yang harus sampai ke RW.
            Bapak/ Ibu Pengurus RT mungkin selama ini terlena, silakan tanyakan ke rekan-rekan kerja atau ke daerah-daerah sekitar, berapa jumlah iuran warga per bulannya. Pasti akan terperangah, bahwa iuran warga kita termasuk ke ‘level’ terbawah (kelas Perumnas atau Perumahan Sederhana). Malu dengan kondisi individu penduduknya yang memiliki rumah gedong, memiliki kendaraan bermotor (sepeda motor/ mobil) dan kemewahan-kemewahan lainnya. Di sini memang saya memiliki kesimpulan bahwa “orang kaya belum tentu dermawan” atau “orang kaya makin njelimet perhitungannya sehingga sepeserpun dilihatnya amat besar” dan “kurangnya kesadaran bahwa harta itu hanya titipan Tuhan yang kelak akan diperhitungkan kemanfaatannya bagi lingkungannya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar