Halaman

Selasa, 24 Mei 2011

Komentar Warga (3)

Berikut komentar dari warga (anonim) yang mengomentari tulisan berjudul “Komentar Warga (2)” pada 23/05/11. Berikut ini isinya:

“Pa RW yang terhormat, saya melihat jawaban bapak atas komentar warga kelihatannya bapak selalu mengeluhkan masalah keuangan/financial yang selalu defisit, sehingga kegiatan RW yang akan dilaksanakan terhambat (padahal bapak menulis pemasukan kas rw ada tambahan dari kios, rahmani dan pemerintah "artikel:RT Jauh Lebih Kaya dari RW"). Yang jadi pertanyaan saya, Apakah RW sudah membuat rencana kerja dan anggaran yang akan bapak laksanakan (mungkin 1 tahun kedepan atau 3 tahun kedepan(1 periode rw)), kemudian total anggaran dapat dispread keseluruh warga dengan azas keadilan (yang mampu lebih besar dan yang kurang lebih kecil/bebas)(sebagai info komplek mutiara type kecil 90.000, type besar 150.000),apabila sudah, mungkin dapat disosialisasikan ke warga (bisa melului RT), sehingga warga dapat mengetahui kondisi keuangan RW, dan berapa seharusnya ia membayar iuran. Bapak membandingkan iuran warga RW03 dengan kompek Mutiara, sebenarnya saya pribadi tidak keberatan, tapi apakah bapak dapat memberikan kenyaman dan keamanan seperti di komplek mutiara (sebagai contoh, pintu masuk mutiara hanya 1 akses didepan, pedagang,pengemis,pengamen,pemulung diharamkan masuk, seluruh kendaraan baik penghuni & tamu diberi kartu masuk, tamu jika akan masuk meninggalkan identitas, coba bapak lihat kondisi komplek kita, siapa saja dapat masuk, dari pengamen & pengemis (setiap hari), pemulung (jam 4 pagi sudah operasi), truk pembawa puing & kotoran (kadang kotorannya tumpah kejalan karena saking penuh baknya), jemputan sekolah bina kheir, pemuda bangsa, bpk penabur (yang siswanya bukan orang komplek),rahmaniyah dll (kadang membawanya agak ngebut terutama pagi hari), saya melihat jalan utama komplek PSP kita sudah seperti jalan Alternatif Raden Saleh. Apakah bapak bisa menerapkan keamanan dan kenyamanan seperti dikomplek mutiara di komplek kita (RW03)? Oh ya saya setuju gaji satpam dinaikkan, tapi mohon juga dapat dinaikkan kwalitasnya. Demikian pendapat saya sebagai warga biasa-biasa saja yang peduli dan mencintai lingkungannya, terima kasih.”

Jawaban saya:

1. Komentator kurang menyimak seluruh isi tulisan yang ada di blog RW ini. Benar bahwa RW mendapat masukan tambahan dari kios-kios, Yayasan Pendidikan Rachmaniyah, dan bantuan Pemerintah. Maksud saya begini, “bagaimana RW kita menjadi RW Mandiri atau Swadaya ?”, artinya belanja RW harus tuntas dibayar oleh warga. Belanja RW hanyalah (1) honor Satpam, (2) pengangkutan sampah dari TPSS ke TPA, dan (3) pemeliharaan Gapura. Nah, untuk menutupi ketiga biaya tersebut setelah dihitung, setiap rumah harus membayar setidaknya Rp. 16.800,- (kalau ke-500 rumah membayar semua), tetapi dibulatkan ke bawah (menjadi semi mandiri) menjadi Rp. 15.000,-

Adapun tambahan-tambahan lain (dari kios-kios, dsb.) tersebut di atas dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain yang dibutuhkan masing-masing divisi. Nah, ini jadi masalah, ternyata warga kita jika dihitung rata-rata hanya membayar ke RW Rp. 7.500,- per rumah per bulan. Dengan pembayaran seperti ini, RW hanya mampu membayar sekitar 56% dari biaya rutinnya, sisanya masih mengandalkan dari pemasukan lain (dari kios-kios, dsb.). Kalau begini terus, mana mungkin ada kegiatan ?.

Rp. 15.000,- itu sebetulnya default, artinya, bagi yang ‘malu’, mau dan peduli, silakan membayar lebih dari itu, sebaliknya, bila yang tidak mampu, silakan kurang dari itu (bandingkan di Mutiara yang harus membayar Rp. 90.000,- sampai Rp. 150.000,-) atau dengan RW sebelah, RW.02 yang minimal membayar Rp. 500.000,- per RT.

2. Inilah maksud saya membuat blog karena banyak informasi dari RW yang ‘nyangkut’ di tingkat RT. Pada 1 Mei 2011, saya telah memaparkan program kerja dari beberapa divisi. Misalkan pengelolaan/ pemanfaatan sampah untuk pembuatan pupuk, mercurisasi seluruh tiang listrik PLN, pembelian mobil ambulance, turnamen bulutangkis, kegiatan senam rutin, dan sebagainya. Tapi, belum tentu semua informasi tersebut sampai ke warga. Melalui blog ini saya juga berharap kepada masing-masing divisi untuk menuliskannya di blog ini (Pak RW tidak bekerja sendiri.)

3. Siapa bilang Mutiara aman ?, beberapa rekan saya dari sana bercerita, beberapa kasus pencurian mobil, sepeda motor, dan sepeda kadang terjadi, padahal mereka memiliki 18 orang Satpam dan hanya 1 pintu masuk. Memang keamanan diri dan keluarga bukan semata-mata tanggung jawab Satpam. Saya ambil contoh sederhana. Sekitar 4 bulan lalu ada seorang anak naik sepeda, lalu ia belanja di Indomaret. Begitu keluar, sepeda itu sudah tidak ada di tempat. Akhirnya, datanglah seorang ibu dari anak itu ke pos Satpam sambil marah-marah karena sepeda anaknya hilang.

Kita bisa menggunakan logika sederhana: (1) apakah sepeda anak itu “terdaftar” di Satpam sehingga setiap Satpam tahu si pemilik sepeda satu per satu seluruh warga, (2) apakah seorang Satpam harus mengawasi satu sepeda itu ?, (3) apakah si anak menitipkan sepeda itu ke Satpam ? (4) apakah sepeda itu telah diamankan (digembok misalnya) ketika ditinggalkan ?, dan lain-lain. Tidak masuk akal saya bila si Ibu itu menyalahkan sepenuhnya ke Satpam.

Atau contoh sederhana lain. Di rumah Bapak/ Ibu ada tamu yang menginap beberapa hari. Ketika itu seluruh anggota keluarga pergi, hanya tamu tersebut yang ada di rumah itu. Ketika seorang Satpam lewat di depan rumah Bapak/ Ibu dan mengetahui ada 'orang asing' di rumah Bapak/ Ibu, pertanyaannya: "apakah tamu tersebut harus diamankan oleh Satpam ?" bila "ya" bisa jadi Bapak/ Ibu akan marah-marah ke Satpam karena tamu itu adalah "orang penting" bagi Bapak/ Ibu. Bila "tidak", bisa jadi Bapak/ Ibu tetap marah ke Satpam karena ada barang-barang berharga Bapak/ Ibu yang hilang. Jadi harus bagaimana ?. Tentu harus ada kerja sama antara Satpam dan Bapak/ Ibu, misalkan memberitahu kalau ada tamu/ tidak ada tamu yang menginap di rumah Bapak/ Ibu ketika Bapak/ Ibu meninggalkan rumah dalam keadaan kosong. Pernah melakukan itu ?.

Ada warga yang bilang, "saya selalu tenang meninggalkan rumah dalam keadaan kosong, karena saya yakin dengan keamanan di lingkungan ini...." Ini membuktikan kepercayaan warga tersebut kepada sistem keamanan di RW ini.

4. Bila setiap warga mau membayar Rp, 90.000,- sampai Rp. 150.000,- per rumah per bulan, saya berjanji akan memenuhi keinginan tersebut.

Demikian, semoga dapat dimengerti, terima kasih atas kepeduliannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar