Halaman

Selasa, 31 Mei 2011

Pertemuan dengan Divisi Keamanan

Pada Sabtu 28 Mei 2011 mulai Pk. 20.00 diadakan pertemuan terbatas dengan agenda utama "Portal Penghubung antara RW.03 dengan RW.01 (menuju YP Rachmaniyah)" yang dilangsungkan di rumah Pak RW. Di luar agenda tersebut juga dibicarakan mengenai hubungan organisatoris antara RW.03 dan PKK dan beberapa masalah lain, termasuk iuran warga (RT ke RW), dan pendataan penduduk.

Berdasarkan hasil rapat umum 1 Mei 2011 lalu, memang setiap Divisi harus berdiskusi di antara (anggota) mereka tentang apa yang akan mereka laksanakan dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Kemudian hasil diskusi mereka 'dibawa' ke Ketua RW dan Pengurus inti lainnya.

 Hadir pada pertemuan tersebut, Ketua RW (Bambang Wahyudi), Wakil Ketua RW (Bambang Susilo), Sekretaris I (Sugiri), Sekretaris II (Rahendro), Divisi Sosial (Hartadi), Divisi Keamanan (Sull Supranjono). Berikut beberapa inti hasil pertemuan tersebut:

1. Akan diundang YP Rachmaniyah untuk membicarakan akses jalan (portal) tersebut;
2. Akan ditentukan jadwal buka-tutup portal dan jalan akses yang harus dilalui;
3. Akan ditentukan kendaraan yang mana saja yang diperkenankan melalui portal tersebut;
4. Akan ditentukan kompensasi atas penggunaan jalan akses tersebut.

Hal ini terkait erat dengan faktor ketidaknyamanan warga yang dilalui (masuk-keluar dari jalan tersebut) mengingat pengguna jalan akses tersebut semakin banyak dan tidak terkendali (bising, polusi, dan semrawut). Bila warga ingin membuktikan hal tersebut, dipersilakan berada di lokasi tersebut pada jam-jam masuk dan keluar sekolah.

Di luar acara pokok tersebut, pihak RW akan mengundang Ibu-ibu PKK (khususnya Poktan Posyandu) untuk membicarakan struktur organisasi serta hak-hak dan kewajiban masing-masing. Pada intinya, pihak RW akan "mendudukkan segala persoalan sesuai dengan posisinya masing-masing."


Juga kepada Divisi Administrasi Kependudukan agar dibuat rencana kerja untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan di lingkungan RW, khususnya pendataan penduduk.

Juga dibicarakan masalah iuran RT ke RW yang diharapkan bisa menutupi belanja RW [pembayaran honor petugas keamanan, kebersihan (pembayaran sampah ke Dinas Kebersihan Kota Depok), dan pemeliharaan Gapura].

Pada kesempatan itu Ketua RW menyetujui permintaan Divisi Keamanan untuk meminjamkan dana kepada para Satpam sebesar masing-masing Rp. 250.000,- untuk pembuatan Surat Ijin Mengemudi (SIM). Mereka wajib mencicil minimal sebesar Rp. 50.000,- per bulannya yang dipotong langsung dari honor mereka.

Demikian, kami berharap agar Divisi-divisi lain segera melaporkan dan mendiskusikan langkah-langkah kerja yang akan dilaksanakannya dengan Pengurus Inti RW (Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris I, Sekretaris II, dan Bendahara).

Selasa, 24 Mei 2011

Pak RW Harus Mencari Dana ???


Ada warga yang nyeletuk “jadi Pak RW harus kreatif dong, cari dana tambahan untuk pemasukan kas RW…!.”
           Mencari dana tambahan ?, kalau saya bisa lakukan itu tentu sudah saya lakukan untuk keluarga saya !, buat apa untuk kas RW ??. Keluarga saya masih butuh uang lebih kok...
            Mau jadi Ketua RW saja sudah merupakan ‘pengorbanan’ dan ‘pengabdian’ dari seorang warga kepada lingkungannya. Terbukti ketika dilakukan pemilihan calon Ketua RW Periode 2011-2014 hanya ada dua orang yang bersedia berkorban dan mengabdi. Satu orang sudah pensiun dan satu orang (saya) masih aktif bekerja. Kemana yang lain ??. Apakah saya mendapat honor atau gaji sebagai Ketua RW ? sama sekali tidak, bahkan harus mengeluarkan uang pribadi untuk beberapa keperluan kepengurusan RW. Kalau tidak digaji, kenapa saya harus mencari uang untuk kas RW ?.
            Saya sengaja mengajak seluruh Ketua RT untuk duduk bersama saya di kepengurusan RW biar mereka tahu apa yang ada di RW selama ini. Selama ini ada kecurigaan warga maupun pengurus RT terhadap RW sehingga ketika rapat, pihak RT umumnya selalu menolak bila ada penggalangan dana untuk tujuan tertentu sehingga kegiatan itu lebih banyak dihimpun dari para donatur. Contoh, pembenahan tempat pembuangan sementara sampah (TPSS) dengan pembuatan pintu gerbang dan gudang tempat menyimpan perkakas TPSS. Hal itu terwujud atas kerja keras Bp. Suryadi yang menghimpun dana dari berbagai pihak (umumnya perorangan). Contoh lain, pembenahan/ perbaikan Gapura yang didalangi oleh Bp. Sugilarto, semua biaya dikoleksi dari para donatur yang peduli lingkungan.
            Jadi, saya sangat berharap agar setiap warga mau membiayai dirinya sendiri dulu, jangan mengandalkan ‘pemberian’ (subsidi) dari orang (pihak) lain. Adapun bila kita memiliki dana tambahan dari pihak lain, itu bisa digunakan untuk kegiatan-kegiatan (pembangunan lingkungan) kita. Kalau RW kita sudah bisa mandiri, maka kita tidak akan kuatir bila suatu saat kios-kios digusur seluruhnya oleh Pemerintah (karena memang itu milik Pemerintah), kita tidak akan kuatir kalau YP Rachmaniyah tidak lagi melalui wilayah kita, dan seterusnya.
            Tapi kalau sekarang ini kios-kios di depan itu tutup semua atau digusur semua, maka RW langsung bangkrut. Kalau sudah demikian, maka RW akan ‘gulung tikar.’ Kalau sekarang ini YP Rachmaniyah tidak melalui jalan kita (sehingga tidak memberi dana kompensasi), maka RW langsung bangkrut. Kalau sudah bangkrut, maka RW dibubarkan, dan semua urusan (keamanan dan kebersihan) dikembalikan ke RT masing-masing….., kecuali hanya menandatangani surat-surat administratif warga sebagai tugas pokok Ketua RW… that is a very simple job.
           

Komentar Warga (3)

Berikut komentar dari warga (anonim) yang mengomentari tulisan berjudul “Komentar Warga (2)” pada 23/05/11. Berikut ini isinya:

“Pa RW yang terhormat, saya melihat jawaban bapak atas komentar warga kelihatannya bapak selalu mengeluhkan masalah keuangan/financial yang selalu defisit, sehingga kegiatan RW yang akan dilaksanakan terhambat (padahal bapak menulis pemasukan kas rw ada tambahan dari kios, rahmani dan pemerintah "artikel:RT Jauh Lebih Kaya dari RW"). Yang jadi pertanyaan saya, Apakah RW sudah membuat rencana kerja dan anggaran yang akan bapak laksanakan (mungkin 1 tahun kedepan atau 3 tahun kedepan(1 periode rw)), kemudian total anggaran dapat dispread keseluruh warga dengan azas keadilan (yang mampu lebih besar dan yang kurang lebih kecil/bebas)(sebagai info komplek mutiara type kecil 90.000, type besar 150.000),apabila sudah, mungkin dapat disosialisasikan ke warga (bisa melului RT), sehingga warga dapat mengetahui kondisi keuangan RW, dan berapa seharusnya ia membayar iuran. Bapak membandingkan iuran warga RW03 dengan kompek Mutiara, sebenarnya saya pribadi tidak keberatan, tapi apakah bapak dapat memberikan kenyaman dan keamanan seperti di komplek mutiara (sebagai contoh, pintu masuk mutiara hanya 1 akses didepan, pedagang,pengemis,pengamen,pemulung diharamkan masuk, seluruh kendaraan baik penghuni & tamu diberi kartu masuk, tamu jika akan masuk meninggalkan identitas, coba bapak lihat kondisi komplek kita, siapa saja dapat masuk, dari pengamen & pengemis (setiap hari), pemulung (jam 4 pagi sudah operasi), truk pembawa puing & kotoran (kadang kotorannya tumpah kejalan karena saking penuh baknya), jemputan sekolah bina kheir, pemuda bangsa, bpk penabur (yang siswanya bukan orang komplek),rahmaniyah dll (kadang membawanya agak ngebut terutama pagi hari), saya melihat jalan utama komplek PSP kita sudah seperti jalan Alternatif Raden Saleh. Apakah bapak bisa menerapkan keamanan dan kenyamanan seperti dikomplek mutiara di komplek kita (RW03)? Oh ya saya setuju gaji satpam dinaikkan, tapi mohon juga dapat dinaikkan kwalitasnya. Demikian pendapat saya sebagai warga biasa-biasa saja yang peduli dan mencintai lingkungannya, terima kasih.”

Jawaban saya:

1. Komentator kurang menyimak seluruh isi tulisan yang ada di blog RW ini. Benar bahwa RW mendapat masukan tambahan dari kios-kios, Yayasan Pendidikan Rachmaniyah, dan bantuan Pemerintah. Maksud saya begini, “bagaimana RW kita menjadi RW Mandiri atau Swadaya ?”, artinya belanja RW harus tuntas dibayar oleh warga. Belanja RW hanyalah (1) honor Satpam, (2) pengangkutan sampah dari TPSS ke TPA, dan (3) pemeliharaan Gapura. Nah, untuk menutupi ketiga biaya tersebut setelah dihitung, setiap rumah harus membayar setidaknya Rp. 16.800,- (kalau ke-500 rumah membayar semua), tetapi dibulatkan ke bawah (menjadi semi mandiri) menjadi Rp. 15.000,-

Adapun tambahan-tambahan lain (dari kios-kios, dsb.) tersebut di atas dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain yang dibutuhkan masing-masing divisi. Nah, ini jadi masalah, ternyata warga kita jika dihitung rata-rata hanya membayar ke RW Rp. 7.500,- per rumah per bulan. Dengan pembayaran seperti ini, RW hanya mampu membayar sekitar 56% dari biaya rutinnya, sisanya masih mengandalkan dari pemasukan lain (dari kios-kios, dsb.). Kalau begini terus, mana mungkin ada kegiatan ?.

Rp. 15.000,- itu sebetulnya default, artinya, bagi yang ‘malu’, mau dan peduli, silakan membayar lebih dari itu, sebaliknya, bila yang tidak mampu, silakan kurang dari itu (bandingkan di Mutiara yang harus membayar Rp. 90.000,- sampai Rp. 150.000,-) atau dengan RW sebelah, RW.02 yang minimal membayar Rp. 500.000,- per RT.

2. Inilah maksud saya membuat blog karena banyak informasi dari RW yang ‘nyangkut’ di tingkat RT. Pada 1 Mei 2011, saya telah memaparkan program kerja dari beberapa divisi. Misalkan pengelolaan/ pemanfaatan sampah untuk pembuatan pupuk, mercurisasi seluruh tiang listrik PLN, pembelian mobil ambulance, turnamen bulutangkis, kegiatan senam rutin, dan sebagainya. Tapi, belum tentu semua informasi tersebut sampai ke warga. Melalui blog ini saya juga berharap kepada masing-masing divisi untuk menuliskannya di blog ini (Pak RW tidak bekerja sendiri.)

3. Siapa bilang Mutiara aman ?, beberapa rekan saya dari sana bercerita, beberapa kasus pencurian mobil, sepeda motor, dan sepeda kadang terjadi, padahal mereka memiliki 18 orang Satpam dan hanya 1 pintu masuk. Memang keamanan diri dan keluarga bukan semata-mata tanggung jawab Satpam. Saya ambil contoh sederhana. Sekitar 4 bulan lalu ada seorang anak naik sepeda, lalu ia belanja di Indomaret. Begitu keluar, sepeda itu sudah tidak ada di tempat. Akhirnya, datanglah seorang ibu dari anak itu ke pos Satpam sambil marah-marah karena sepeda anaknya hilang.

Kita bisa menggunakan logika sederhana: (1) apakah sepeda anak itu “terdaftar” di Satpam sehingga setiap Satpam tahu si pemilik sepeda satu per satu seluruh warga, (2) apakah seorang Satpam harus mengawasi satu sepeda itu ?, (3) apakah si anak menitipkan sepeda itu ke Satpam ? (4) apakah sepeda itu telah diamankan (digembok misalnya) ketika ditinggalkan ?, dan lain-lain. Tidak masuk akal saya bila si Ibu itu menyalahkan sepenuhnya ke Satpam.

Atau contoh sederhana lain. Di rumah Bapak/ Ibu ada tamu yang menginap beberapa hari. Ketika itu seluruh anggota keluarga pergi, hanya tamu tersebut yang ada di rumah itu. Ketika seorang Satpam lewat di depan rumah Bapak/ Ibu dan mengetahui ada 'orang asing' di rumah Bapak/ Ibu, pertanyaannya: "apakah tamu tersebut harus diamankan oleh Satpam ?" bila "ya" bisa jadi Bapak/ Ibu akan marah-marah ke Satpam karena tamu itu adalah "orang penting" bagi Bapak/ Ibu. Bila "tidak", bisa jadi Bapak/ Ibu tetap marah ke Satpam karena ada barang-barang berharga Bapak/ Ibu yang hilang. Jadi harus bagaimana ?. Tentu harus ada kerja sama antara Satpam dan Bapak/ Ibu, misalkan memberitahu kalau ada tamu/ tidak ada tamu yang menginap di rumah Bapak/ Ibu ketika Bapak/ Ibu meninggalkan rumah dalam keadaan kosong. Pernah melakukan itu ?.

Ada warga yang bilang, "saya selalu tenang meninggalkan rumah dalam keadaan kosong, karena saya yakin dengan keamanan di lingkungan ini...." Ini membuktikan kepercayaan warga tersebut kepada sistem keamanan di RW ini.

4. Bila setiap warga mau membayar Rp, 90.000,- sampai Rp. 150.000,- per rumah per bulan, saya berjanji akan memenuhi keinginan tersebut.

Demikian, semoga dapat dimengerti, terima kasih atas kepeduliannya.

Sabtu, 21 Mei 2011

Komentar Warga (2)

Komentar kedua saya terima, tapi lagi-lagi tidak menuliskan identitasnya (anonim). Beliau mengomentari tulisan "Program Kerja Masing-masing Divisi." Berikut komentarnya:

"Pa Bambang, saya usul agar RW.03 membuat bullettin Info (bisa bulanan/2bulanan atau 3 bulanan), yang diberikan kepada seluruh warga RW.03, sehingga segala informasi dari RW sampai ke seluruh warga, kan tidak semua warga dapat mengakses internet. Demikian Terima Kasih. "Bersama kita bisa""

Saya setuju adanya buletin dan betul sekali bahwa tidak semua warga dapat mengakses internet. Namun demikian, konsentrasi awal ini saya prioritaskan pada "menggugah rasa kebersamaan" kita dulu. Artinya, jangan pak RW terus yang 'dikerjai' dengan banyak tugas dan masalah, tetapi warga tidak mendukungnya. Maksud mendukung, begini contohnya: Penerbitan buletin tidak murah, pertanyaannya, maukah warga menopang biaya tersebut ?.

Bulan pertama saya 'menjabat,' anggaran bulanan mengalami defisit, karena saya dan banyak staf (khususnya yang menangani masalah keamanan) memaksakan anggaran buat honor Satpam dinaikkan (karena kami sudah tidak tega melihat lagi ada 'pegawai kita' yang masih dapat honor 400.000 rupiah per bulan !.

Karenanya, untuk menutupi defisit di bulan-bulan mendatang, saya mengharapkan dukungan seluruh warga. Yang semula dari RT ke RW rata-rata per rumah warga dikenakan Rp. 7.500,- per bulan, kini dinaikkan menjadi Rp. 15.000,- per bulan (jauh dari tetangga sebelah "Mutiara Depok" yang setiap rumah warga dikenakan Rp. 90.000,- ke RW).

Bila masalah ini warga tidak keberatan, RW baru bisa 'menggeliat' (ada kegiatan-kegiatan), kalau tidak, RW hanya akan 'tidur' karena tidak memiliki dana. Jadi, untuk penerbitan buletin...., masih nunggu giliran....

Terima kasih atas partisipasinya.

Rabu, 18 Mei 2011

Komentar Warga (1)

Ada komentar dari warga RT.11/3 (anonim) yang mengomentari tulisan berjudul "Telepon yang Menggembirakan." Berikut komentarnya:

"Lho di RT.11/3 iuran Rp.20.000/bln (sudah berjalan hampir 5 tahun), kok iurannya berbeda beda padahal kita tinggal di kompleks yang sama? saya kira besar iuran kebijakan dari RW."

Saya jawab:

Pertama, saya ucapkan terima kasih atas komentarnya, semoga jawaban berikut ini bisa bermanfaat.

1). Setiap warga harus terhimpun dalam organisasi sosial kemasyarakatan di mana ia tinggal. Untuk lingkup terkecil adalah keluarga, dilanjutkan dengan Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kelurahan, dan seterusnya hingga negara kesatuan Indonesia;
2). Setiap tingkatan organisasi memerlukan dana dalam menjalankan 'roda organisasinya';
3). Untuk urusan rumah tangga, kebutuhan dananya dapat dirembug antar-anggota keluarga, berapa biaya transport, makan, sekolah, dan sebagainya;
4). Untuk urusan RT, dirembug antara warga dan Pengurus RT. Kebutuhan RT antara lain, penyediaan formulir Surat Pengantar, tinta cap, pembayaran petugas kebersihan (pengangkut sampah) dari setiap rumah ke tempat pembuangan sementara sampah (TPSS) di dekat Kantor Kelurahan, kegiatan gotong-royong, dana sosial, dan sebagainya. Setiap RT juga mendapat bantuan dana operasional dari Pemerintah Kota Depok. Pada tahun 2011, bantuan dana tersebut berjumlah Rp. 700.000,-

Jadi, berapa besarnya iuran warga ke RT bisa berbeda-beda meski di RW yang sama. Ada yang Rp. 25.000,- per bulan, ada yang Rp. 35.000,- per bulan, dan kebetulan di RT.11/3 sebesar Rp. 20.000,- (jadi yang dimaksud Komentator tersebut mungkin iuran warga ke RT, bukan ke RW).

5). Untuk urusan RW, dirembug antara Pengurus RT dengan Pengurus RW. Pada Februari 2010, RT telah menyetujui bahwa setiap rumah membayar Rp. 11.000,- ke RW (melalui RT). Tetapi ini (di banyak RT) pembayaran sejumlah itu tidak pernah berjalan sampai sekarang (hingga rapat 1 Mei 2011). Alasan RT lama "menunggu pemilihan RT baru" namun begitu RT baru terpilih alasan RT baru "saya tidak tahu hal itu." Di sini  ada kesenjangan informasi dari RT lama ke RT baru.  Jadi per RT masih ada yang membayar Rp. 290.000,- per RT per bulan. Jika di RT tersebut ada 40 rumah yang dihuni, maka iuran per rumahnya adalah Rp.290.000,-/ 40 = Rp. 7.250,- per rumah per bulan. Seharusnya RT tersebut membayar Rp. 11.000,- X 40 = Rp. 440.000,-

Iuran sebesar Rp. 11.000,- per rumah per bulan (ketika itu) itu baru bisa menutupi gaji Satpam yang rata-rata Rp. 400.000,-an per bulan (baru sekitar sepertiga dari upah minimun regional UMR). Jadi belum bisa melaksanakan pembangunan, perbaikan sarana umum, atau kegiatan kebersamaan lainnya (seperti olah raga bersama atau karaoke bersama). Padahal RW juga memiliki tugas untuk memelihara Gapura.

Agar semua program bisa dijalankan (meski dengan skala prioritas/ secara bergantian), termasuk kenaikan gaji Satpam hingga rata-rata Rp. 600.000,- per bulan (setengah dari UMR), maka dihitung setiap rumah dikenakan sekitar Rp. 16.800,-, namun dengan berbagai pertimbangan, dikurangi menjadi Rp. 15.000,- per rumah per bulan (atau Rp. 500,- per rumah per hari).

Harapan setiap RT bisa membayar Rp. 15.000,- per rumah per bulan efektif dijalankan mulai Mei 2011 ini. Rp. 15.000,- adalah patokan dasar (default). Bila ada warga yang 'tidak tega' membayar Rp. 500,- per hari itu dipersilakan untuk menambahkannya, sebaliknya, bila ada warga yang tidak mampu, dipersilakan dikurangi. Silakan Bapak/ Ibu mengecek (ke Bendahara RT maupun ke Bendahara RW), saya yakin, bulan ini (Mei) pasti masih banyak RT yang 'tidak mampu' membayar senilai Rp. 15.000,- tersebut.

Yang sangat saya harapkan sesungguhnya adalah keterbukaan atau kejujuran dari setiap pengurus RT, berapa jumlah rumah di lingkungannya, dan berapa rupiah yang sanggup dikumpulkan dari warga untuk RW. (tanpa penyembunyian data). Kamipun (RW) sangat terbuka, silakan mengecek kondisi keuangan kami (laporan tertulis telah diberikan ke RT pada rapat 1 Mei 2011 lalu).

Kembali ke si Komentator, saya yakin beliau tidak tahu berapa yang dibayar RT ke RW. Kami sangat terbuka, silakan tanyakan ke Bendahara RT atau Bendahara kami, Bp. Dradjat di RT.10. Motto di RW kami adalah "setiap warga berhak menjadi Badan Pemeriksa Keuangan. Tapi, kalau benar setiap rumah hanya membayar Rp. 20.000,- ke RT, mungkin RT ini yang iurannya paling murah...... Tapi kalau setiap warga membayar Rp. 20.000,- ke RW, maka RT ini yang paling tinggi membayar iurannya....

Sekali lagi terima kasih atas perhatiannya.

Senin, 16 Mei 2011

Tim Tenis Meja RW.03 "KO di Kandang Sendiri"

Tim tenis meja 'dadakan' RW.03 dipaksa bertekuk-lutut oleh tim tenis meja RW.10 dengan skor telak 1-10. Jadi, ini seperti bukan pertandingan sesungguhnya, melainkan semacam pelajaran berharga yang diberikan oleh RW.10. Pertandingan tersebut diselenggarakan pada Minggu, 15 Mei 2011 mulai Pk. 07.00 WIB bertempat di Lapangan RT.10. Hadir pula pada kesempatan tersebut Ketua RW Periode 2008-2011 Bp. Drs. H. Garuda Zainuddin. Catatan dari Ketua Penyelenggara, Bp. Arief (Sekr. LPM Kelurahan Sukmajaya, tinggal di RT.10), ada di bagian akhir, berikut ini beberapa fotonya.








Kalah-menang tidak jadi masalah, yang penting tambah jumlah sahabat kita...

Catatan dari Pak Arief:
“KOMPETEN vs KLUB MANDIRI JAYA” Pertandingan persahabatan ini berawal dari ajakan Bp. M. Dana yang tinggal di lingkungan RW.10 kel. Sukmajaya, berdekatan dengan perumahan Studio Alam Indah, di mana secara kebetulan kami sama-sama sebagai Pembina Karang Taruna Kelurahan Sukmajaya yang belum lama dibentuk oleh pihak Kelurahan. Bp. Dana meminta agar pertandingan dilaksanakan di lap. RT.10/03. Maka berlangsunglah pertandingan persahabatan antara ‘tim kita, KOMPETEN (KOMunitas PEnggemar TENis Meja) vs tim lawan, Klub Mandiri Jaya.
Saya sama sekali tidak menyangka jika para pemain lawan adalah pemain-pemain yang sudah terlatih (professional), bukan hanya sekadar menyalurkan hobi berolah raga sebagaimana tim kita, bahkan di antara mereka ada yang JUARA Depok (WOW.....!). Namun kembali pada tujuan semula dari kegiatan ini adalah dalam rangka : 1. Menjalin tali silahturahim. 2. Merangsang dan Memotivasi masyarakat agar lebih giat untuk berolahraga, tidak hanya olah raga tenis meja saja, tetapi juga olah raga lainnya.

Diharapkan buah dari kegiatan ini adalah kemungkinan akan ada pertandingan cabang olah raga lainnya, seperti bulutangkis, futsal, dll, karena memang Klub Mandiri Jaya memiliki beberapa divisi olah raga. Sedangkan hikmah di balik kekalahan ini, kita akan mengundang pemain tenis meja yang terlatih untuk memberikan bimbingan teknis, agar kita paling tidak memiliki pola latihan yang lebih terarah. Kami sebagai pihak penyelenggara, memberikan apresiasi setingi-tingginya kepada pihak pengurus RW.03 Kel. Sukmajaya, khususnya kepada Bp. Bambang , Bp. Dradjat dan Bp Yubert selaku kordinator olah raga RW yang telah memberikan dukungan, baik dalam bentuk moril maupun materil, antara lain sumbangan nasi kotak sejumlah 30 bungkus yang disediakan untuk seluruh pemain sekaligus panitia yang terlibat dalam kegiatan ini, bahkan Bp. Bambang selaku ketua RW.03 juga menjanjikan akan menambah bantuan 1 (satu) meja ping pong lagi jika dananya sudah tersedia. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bp. Garuda selaku mantan RW.03 sebelum periode Bp. Bambang, karena 2 (dua) buah meja ping pong yang digunakan saat pertandingan, adalah merupakan sumbangan dari pengurus RW.03 saat beliau masih menjabat.


Besar harapan kami kegiatan olah raga, khususnya di lingkungan perumahan Pondok Sukmajaya dapat lebih semarak lagi, dan berlangsung terus menerus tidak hanya sesaat-saat saja. “ORA ET LABORA” (M.Arief Yudono)
 

Catatan tambahan dari Pak RW: "Tenis meja secara rutin mengadakan latihan di lapangan RT. 10 pada Minggu pagi (mulai jam 07.00 WIB)."  Bagi yang ingin bergabung, dipersilakan.






Minggu, 15 Mei 2011

Keluh Kesah Pengangkut Sampah

Sebulan sekali, saya menyambangi petugas sampah yang sedang bekerja mengangkut sampah warga kita di tempat pembuangan sementara sampah (TPSS). Mereka mengangkut sampah dari bak sampah ke atas truknya. Saya berada di lingkungan itu sekitar 30 sampai 60 menit sambil ngobrol dengan mereka (petugas pengangkut sampah), ditemani oleh Bp. Suryadi (Koord Divisi Penataan Lingkungan) dan seorang Petugas Satpam.

Saya amati di sekeliling TPSS, sampah-sampah bau (terutama jika tergenang air hujan) yang dikerubungi lalat-lalat berserakan di mana-mana.

"Untung sekarang ada pintu gerbangnya Pak, kalau tidak, sampah berserakan sampai ke dekat jalan utama, seperti dulu. Banyak pengendara sepeda motor dengan enaknya melempar sampah sembarangan, entah warga mana mereka...." cerita Pengemudi truk.

"Kalau pas ketemu saya, saya tegur Pak, tapi seringnya ngumpet-ngumpet..." kata Satpam.

Sampah warga dibuang tiga kali seminggu, yaitu pada Senin, Rabu, dan Sabtu. Ketika itu hari Senin, banyak gerobak sampah yang sengaja datang pada hari itu sehingga sampahnya bisa langsung dinaikkan ke truk. Satpam dan Pak Suryadi hafal, mana gerobak-gerobak sampah dari RW.02, RW.03 dan Perum Andhika. Tentu saja, di luar itu tidak diperkenankan membuang sampah di sini.

"Masih banyak warga yang bandel Pak, sampah-sampah pohon atau puing-puing rumah dibuang di sini..., kalau saya tahu, pasti saya tolak" kata Pak Suryadi.

Memang, perjanjian kita dengan Dinas Kebersihan Kota Depok adalah sampah yang diangkut adalah sampah-sampah dapur rumah tangga (sayuran, kemasan makanan, dan sejenisnya). Jadi, kalau mereka membuang sampah di luar itu kita harus 'kompromi' dengan supir dan petugas pengangkut sampahnya.

"Saya juga sudah mulai ngumpulin kabel, sirtu (batu-batu kecil) dan sebagainya untuk membereskan TPSS ini. Saya ingin jalan menuju TPSS terang di malam hari, dan kondisi jalan yang tidak becek seperti ini..." kata Pak Suryadi.

"Dari mana uangnya ?" tanya saya

"Dari sumbangan warga-warga yang peduli, dari sisa-sisa pembangunan, ... dari mana sajalah" jawabnya. Memang saya lihat sudah ada dua tumpukan sirtu dan segulung kabel di gudang yang berada di sisi utara depan gerbang.

"Yah, warga tahunya sudah bayar uang sampah..., beres..., padahal prosesnya panjang, terutama jika tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Kota Depok sudah penuh, kadang sampah bertumpuk hingga ke luar pintu gerbang..." kata Pak Suryadi dan Supir truk sampah.

Karena saya harus ke kantor, maka ketika mereka istirahat menikmati kue-kue dan minum-minum sekitar pukul 10.30 di areal tepi TPSS yang kotor itu, saya pamit meninggalkan mereka. Ternyata mereka meminta air dari warga sekitar..., andaikan kas RW mencukupi...., seharusnya ada dispenser di sana....

So, jadi, bila ada warga yang kelebihan rejeki dan bermurah hati..., masih ada orang di lingkungan kita yang harus kita bantu...., datanglah pada Senin, Rabu atau Sabtu ke TPSS, buatlah mereka tersenyum.............

Sabtu, 14 Mei 2011

Posko RW kosong ?

Banyak yang bertanya, "Kok Posko RW selalu kosong ?." Bisa dijawab "Ya" tapi juga bisa "tidak." Kalau periode sebelumnya, Posko RW sering ("tidak selalu") ada orangnya, minimal ada pak Rahmat (Satpam RW) yang kebetulan ditugasi pula untuk menangani surat masuk-keluar dari RW ke Warga atau Kelurahan dan sebaliknya, kini di kepengurusan baru, Satpam hanya bertugas untuk menjaga keamanan saja.

"Ya" Posko RW jadi kosong karena yang seharusnya 'duduk' di sana adalah seorang tenaga administrasi yang digaji RW, tetapi kita tidak memiliki orang seperti itu, mengingat keuangan kas kita tidak/ belum mampu membayarnya. Jadi, urusan surat-menyurat dilakukan di rumah masing-masing pengurus.

"Tidak" karena Posko RW kadang-kadang dijadikan Pos Jaga Satpam sesuai jadwalnya. Tetapi seorang Satpam tidak boleh "ngendon" terus di Pos, ia harus keliling (kecuali di pos paling depan/ Gapura).

Untuk itu, kami Pengurus RW mempersilakan Posyandu menggunakan Posko tersebut untuk menjalankan kegiatannya atau hanya untuk sekadar menyimpan "barang-barang"nya yang katanya banyak. Kata "mempersilakan" tersebut jangan dikonotasikan sebagai "memberi" atau "melimpahkan hak penggunaan sepenuhnya," tapi mari sama-sama kita manfaatkan ruang itu, sedangkan hak kepemilikannya tetap pada RW.03.

Untuk itu, bagi warga yang ingin membuat surat-menyurat dengan Pemerintah (Kelurahan), silakan hubungi Bp. Marsono, Bp. Suyitno, atau Bp. Bambang Wahyudi dengan syarat-syarat yang ada di blog ini...

Telepon yang Menggembirakan

Siang ini (14/5) saya mendapat telepon yang amat menggembirakan dari seorang ibu dari RT.10 (Ibu RT). Beliau sangat merespon iuran warga yang besarnya Rp. 15.000,- per rumah ke RW mulai bulan ini.

Beliau keberatan kalau semua rumah (di RTnya ada 40 rumah) diminta membayar Rp. 15.000,- karena ada beberapa rumah yang kosong (karena itu rumah kontrakan) dan ada beberapa rumah yang dihuni oleh orang-orang tidak mampu. Hitung punya hitung, yang bisa membayar Rp. 15.000,- per bulan hanya 31 rumah. Tentu saja, saya tidak akan memaksa rumah kosong atau warga yang tidak mampu harus membayar iuran, asalkan semua memang kondisinya seperti itu.

Hal seperti inilah yang sangat saya harapkan, kita sama-sama saling terbuka karena memang untuk kemaslahatan bersama. Terima kasih sekali Ibu. (Tapi Ibu jangan menolak bila ada warga yang memberi lebih dari Rp. 15.000,- per bulannya)

Pesan Ibu itupun harus saya penuhi, yaitu transparansi keuangan RW. Saat itu juga saya hubungi bendahara RW. bahwa setiap awal atau akhir bulan, laporan keuangan (saldo, penerimaan dan pengeluaran kas RW) harus diupload melalui blog ini agar seluruh warga bisa mengetahui posisinya.

Dalam hati, saya selalu berjanji bahwa saya ingin mengabdi pada masyarakat. Sejak saya menjadi Sekretaris RT.04 hingga menjadi Sekretaris RW.03 (2004-2010) saya tidak meminta uang penggantian kertas, alat tulis atau biaya fotocopy seharga sepeserpun kepada Bendahara RT maupun RW. Dalam hal materi saya rugi menjadi Pemimpin Masyarakat (karena banyak biaya yang saya keluarkan secara pribadi), namun secara moral, saya sangat beruntung karena saya memiliki banyak tabungan di akhirat....

Program Kerja Masing-masing Divisi

Berikut ini program-program kerja dari masing-masing divisi RW.03. Tentu saja banyak program kerja ini akan dapat dilaksanakan bila ada dana pendukungnya.

1. Dari Divisi Olahraga: Turnamen bulutangkis, senam rutin setiap minggu, sepeda santai setiap minggu. Masing-masing sudah dilaksanakan secara berkelompok, bukan per RW secara formal. Misalkan, bulutangkis di Blok D setiap malam libur yang cerah, sepeda setiap minggu pagi mulai dari lapangan Blok C, tenis meja setiap pagi di RT.10, dan sebagainya;

2. Dari Divisi Pembangunan dan Pemeliharaan Sarana Lingkungan: pemasangan lampu mercury di setiap tiang listrik PLN. Dengan demikian, RW kita akan menjadi terang benderang di malam hari. Beberapa titik sudah dipasang atas biaya swadaya donatur atau biaya per RT. Dana yang dibutuhkan setiap titik adalah satu juta rupiah;

3. Dari Divisi Sosial, Keagamaan, dan Kematian: Penyediaan mobil ambulan. Setiap ada kematian warga, maka Divisi ini akan memberikan santunan (sekarang Rp. 1 juta) kepada keluarga korban, juga menyediakan lahan pemakaman (gratis untuk warga tetap) di TPU Lemperes. Jadi, bila ada mobil ambulan, keluarga yang sedang berduka cita tidak perlu lagi repot mencari ambulan;

4. Dari Divisi Penataan Lingkungan: Akan menata papan-papan reklame yang telah kumuh di bagian depan komplek PSP. Bekerja sama dengan Divisi Pembangunan, Divisi ini akan membuat papan-papan reklame yang indah yang menjadikan lingkungan kita tampak tertata rapi; juga melakukan pembenahan dan penataan tempat pembuangan sementara sampah (TPSS), akan dibangun jalan yang baik dari jalan utama hingga ke gerbang TPSS, dan penutupan (pemberian atap) TPSS;

5. Dan sebagainya.

Tentu saja, semua keinginan itu tidak akan terwujud bila warga (per rumah) tidak memberi dukungan dalam hal pendanaan yang diharapkan, yaitu Rp. 15.000,- per bulan kepada RW melalui RT.

Kamis, 12 Mei 2011

Hati-hati dengan Pengatasnamaan RW.03

Akhir-akhir ini terdengar berita-berita "tidak sedap" mengenai Kepengurusan RW.03, khususnya yang berhubungan dengan "uang." Lebih khususnya yang terkait dengan pembiayaan sesuatu (misalkan Pembuatan KTP, Akta Lahir, dan sebagainya) melalui Petugas Satpam RW.03.

Tentu hal ini sesungguhnya tidak berhubungan langsung dengan Kepengurusan RW karena transaksi di antara mereka tidak diketahui Pengurus RW. Jadi itu urusan pribadi mereka berdua (kedua belah pihak).

Pengurus RW tidak pernah menugaskan Petugas Satpam menjadi "perantara" pembuatan surat apapun. Petugas Satpam hanya ditugaskan untuk menjaga keamanan di lingkungan RW.03. Setiap Pengurus RW dan stafnya memiliki tugas masing-masing yang jelas, dan tidak diperkenankan "ngobjek" atas nama pribadi (tidak boleh ada kepentingan pribadi, kecuali atas sepengetahuan Pengurus Inti/ Ketua, Sekretaris, dan Bendahara RW dan dilakukan atas nama RW. Itupun ada aturan dan mekanismenya, setidaknya ada "kontrak" tertulisnya).

Kalau Pengurus RW diharuskan memecat Petugas Satpam tersebut, "nanti dulu." Dalam mengambil setiap keputusan, Pengurus Inti RW tidak akan mengambil keputusan secara gegabah/ emosional. Pertimbangan yang dilakukan antara lain: (1). Apakah kesalahan tersebut mutlak dilakukan oleh Petugas Satpam tersebut ?, (2). Apakah  Petugas Satpam tersebut bersedia menyelesaikan masalah yang ditimbulkannya dengan pihak terkait ?, (3) Apakah Petugas Satpam tersebut, ke depan masih bisa memperbaiki perilakunya ?, (4) Apakah Petugas Satpam tersebut masih bersedia bekerja di sini ?, dan sebagainya.

Bila semua jawaban bernada negatif, maka barulah pemecatan dapat dilaksanakan. Karenanya, untuk saat ini, Koordinator Keamanan RW perlu memberi warning, misalkan dengan Surat Peringatan I kepada Petugas Satpam tersebut agar peristiwa buruk selanjutnya tidak akan terjadi lagi...

Rabu, 11 Mei 2011

Nonton Pertandingan Tenis Meja Yuuk...

Menurut rencana, kita akan mengadakan Pertandingan Persahabatan antara atlet-atlet tenis meja RW. 03 dengan atlet-atlet tenis meja RW. 10 Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok. Pertandingan itu akan diselenggarakan pada Minggu, 15 Mei 2011 mulai Pk. 07.00 WIB bertempat di Saung RT.10.

Pertandingan tersebut sementara akan mempertandingkan 4 tunggal dan 4 ganda, semuanya pria. Namun apabila masih banyak atlet yang mau bermain, jumlah pertandingan tersebut dapat ditambah.

Pertandingan persahabatan itu merupakan "pembuka" hubungan kekeluargaan antara RW. 03 dan RW. 10. Di waktu lain, bisa dijalin kerja sama untuk bidang-bidang lain, termasuk olah raga bulutangkis, futsal, sepeda, dan sebagainya. Begitu juga dengan kerja sama antara Karang Taruna di masing-masing RW.

Untuk itu, mari kita saksikan dan kita sambut "tamu" kita dengan sambutan hangat dan bersahabat. Semoga acara ini menjadi acara rutin dan terus berkembang. Kepada para atlet, saya mengimbau untuk bertindak sportif dan menunjukkan bahwa kita bersahabat.

Rabu, 04 Mei 2011

SULITNYA MENERIMA KONSEP “KEBERSAMAAN”


SULITNYA MENERIMA KONSEP “KEBERSAMAAN”


Dalam banyak kesempatan, orang sering menyuarakan “kebersamaan”, misalkan “kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab kita bersama,” “keamanan lingkungan adalah tanggung jawab bersama,” “pembangunan lingkungan adalah tanggung jawab kita bersama,” dan lain-lain yang senada dengan itu.
            Namun apa yan terjadi di ‘lapangan’ ? seakan semua itu isapan jempol belaka. Rasa kebersamaan mereka tergerus oleh egoisme diri yang kental. Contoh nyata sederhana, dari 730 meter jalan utama, Pemerintah memberi bantuan perbaikan jalan sepanjang 700 meter, sisanya 30 meter di ujung jalan diharapkan dilakukan pembiayaan secara swadaya. Namun, apa yang terjadi ?, rasa kebersamaan kandas habis. Ini yang terjadi jika warga dimintai ‘tanggung jawab bersamanya.’ !
            Sisa 30 meter masih ada di lingkungan ‘bersama’ yang jika dipikul bersama (500 warga) akan sangat ringan. Tapi, kalau sudah urusannya minta bantuan dana, maka banyak warga yang langsung ‘pura-pura miskin.’ “Saya tidak pernah melalui jalan itu,” “minta saja warga RT yang ada di sana untuk membangun secara bergotong-royong,” dan ocehan-ocehan senada dengan itu yang pada intinya, rasa kebersamaan adalah OMONG KOSONG.
            Jadi konsep kebersamaan yang akan ‘merugikan’ dirinya, akan ditolak mentah-mentah, sebaliknya, konsep kebersamaan yang akan ‘menguntungkan’ dirinya, cepat-cepat ia terima. Seperti contoh, pembagian kompor gas gratis dari Pemerintah, buru-buru warga (termasuk golongen the have/ kaya) mendaftarkan diri (meski kompor itu untuk golongan tidak mampu). Ternyata, warga kita sudah terbiasa pola “dibagi,” bukan “membagi” atau “diberi” bukan “memberi,” “saling diberi” bukan “saling memberi,” “saling dibagi” bukan “saling membagi.”
            Mental seperti ini yang saya pribadi berpendapat merupakan mental kere (miskin). Menurut saya “doa adalah segala niat, ucapan, dan perilakunya.” Artinya “jika perilaku kita selalu seperti orang miskin” maka insya Allah, doa kita akan terkabul, menjadi orang miskin sungguhan. Dalam hal lain, ‘tabungan akhirat’ adalah amal perbuatan dikurangi pembayaran tunai di dunia. Contoh, jika kita menyumbang masjid dengan harapan nama kita disebut sebagai penyumbang, maka ketika Panitia sudah mengumumkan nama kita sebagai penyumbang, habislah ‘tabungan’ untuk akhirat, sudah tunai dibayar di dunia. Namun demikian, kita tidak perlu menuliskan diri sebagai ‘Hamba Allah’ biar tidak diketahui orang lain (meskipun itu sangat baik), silakan saja ditulis nama kita, masalah Panitia menyebutkan nama kita sebagai penyumbang, itu memang kewajiban mereka (sebagai laporan pertanggung-jawaban mereka kepada publik), yang penting niat kita menyumbang tidak untuk menyombongkan diri.
            Jadi, inti dari penulisan ini adalah, jika kita memang ingin menciptakan suasana kebersamaan di lingkungan kita, maka kita harus mau berkorban (menabung untuk akhirat) demi membantu rekan-rekan kita yang tidak seberuntung kita. Sebaliknya, rekan-rekan yang sudah dibantu, suatu saat bersedia membantu kesulitan-kesulitan rekan-rekan lainnya, baik yang sudah pernah membantunya, maupun yang belum. Jika sudah begini, indah rasanya dunia ini. Kita tidak perlu mencari hiburan ke luar komplek yang macet, panas, mahal, dan melelahkan, kita ciptakan hiburan di dalam komplek untuk menghibur diri kita bersama....

Selasa, 03 Mei 2011

Pertemuan dengan Bp. Sriyono, Ketua RW.02

Tadi pagi (Selasa, 3/5/11), saya pribadi bertandang ke rumah Ketua RW.02, Bp, Sriyono di Blok F4 No. 1, dekat Gedung SDN V. Beliau merupakan pensiunan dari Deptan Pasar Minggu. Saya bertandang ke rumah beliau karena beliau (melalui) pak Rahmat (Satpam) sudah beberapa kali ingin ke rumah saya tetapi  pas saya sedang berada di luar rumah. Jadi, saya-lah yang mengunjunginya.
       Orangnya kebapakan, asal Sragen, ramah dan santun. Kebetulan, beliau banyak mendengar apa yang saya bicarakan karena Beliau memang sedang 'belajar' menjadi RW, "sama Pak, saya juga, meskipun sebelumnya sudah pernah menjadi Sekretaris RW." Beliau ternyata pernah menjadi Dosen lepas di Universitas Gunadarma sekitar tahun 1990an selama dua tahun (ngajar kelas malam) sebelum dirinya menjabat sesuatu di Deptan.
       Pada intinya, Beliau sangat membuka diri dan ingin bekerja sama secara nyata dengan rekan 'sekomplek' yaitu RW.03. Pada kesempatan itu, saya menjelaskan (karena banyak yang salah tangkap), bahwa RW.03 termasuk 'RW yang miskin' meskipun sudah disokong oleh kios-kios di depan + YP Rachmani + Andhika. Beliau akhirnya mengerti, dan tidak ingin 'meminta bagian' dari kios-kios tersebut karena saya jelaskan, dulu RW kami mengajak RW Bapak untuk membangun Gapura dan Kios-kios, tetapi RW Bapak menolak, maka dengan segala cara dan daya upaya RW kami membangunnya sendiri.
       Jadi, Beliau akan mengakhiri 'perseteruan dua Saudara' ini dan ingin mengajak RW kita membangun keakraban bersama. Tentu saja saya dan kita akan menyambut dengan baik. Ketika Beliau saya tanya berapa membayar uang sampah ke Dinas Kebersihan, beliau masih belum paham, "ancer-ancernya kalau tidak salah Rp. 600,000,-" katanya. "Wah terlalu murah, Pak, padahal diangkut tiga kali seminggu dengan biaya per angkut Rp. 300.000,-" kata Saya. "Ya, kalau memang kurang, nanti kita bicarakan bersama lagi..." jawabnya.
       Bagaimana memulai membangun saling pengertian di antara RW.02 dan RW.03 ?, terbesit dalam pembicaraan itu, pihak RW.02 sepertinya minta pengertian kita untuk mebenahi saluran air di lapangan bulutangkis/ futsal/ voli yang ada di sebelah Gedung SD yang berada di wilayah kita. Kata Beliau, kalau hujan turun, saluran itu macet dan airnya menyeberang jalan ke saluran yang di sebelahnya. Beliau bertanya, apakah lapangan itu dibangun oleh RW ?, saya katakan, RW saya belum ada uang untuk membangun, mungkin itu dari warga saja.
       Nah, jadi, mari kita sambut uluran tangannya, Ayo kita buktikan bahwa kita mau bersahabat....

RT JAUH LEBIH KAYA DARI RW


RT JAUH LEBIH KAYA DARI RW


RT jauh lebih kaya dari RW, khususnya yang ada di RW.03 Pondok Sukmajaya, Depok ini. Betapa tidak, rata-rata iuran warga ke RT adalah Rp. 25.000,- per bulan, tetapi dari sejumlah ini, RT hanya menyetorkan ke RW per warga Rp. 7.500,-. Jadi, jika RT tersebut memiliki 40 warga, ‘keuntungan’ yang diperoleh per bulan adalah 40 X (25.000 – 7.500) = Rp. 700.000,-. Jika harus membayar Pengangkut Sampah Rp. 300.000,- maka sisanya masih sebesar Rp. 400.000,- yang bisa digunakan untuk ‘foya-foya’ karena setiap tahunnya mendapat ‘suntikan dana’ dari Pemerintah sebesar Rp. 700.000,- yang tidak bakal habis digunakan untuk membuat form Pengantar dan membeli tinta untuk capnya. Jelas jauh lebih kaya dari RW yang kini ‘pendapatan’nya defisit (minus). Teganya.
            RT sekarang sudah ‘ongkang-ongkang kaki’ tidak memikirkan harus membayar tenaga keamanan dan membayar uang kebersihan ke Dinas Kebersihan Kota Depok yang nilainya jauh lebih besar dari apa yang seharusnya RT berikan ke RW (ada subsidi dari RW di sini). Mungkin saja pihak RT berkilah, kan RW dapat masukan dana dari pihak-pihak lain. Memang, RW dapat dana dari kios-kios di barat-timur Gapura, dari YP Rachmani, dan juga dari Pemerintah. Tapi masukan dana dari mereka tidak mencukupi kebutuhan dana RW yang ‘dibebani’ banyak kegiatan.
            Jika RW hanya menjalankan fungsi utamanya sebagai jembatan antara Pemerintah dan Warga dalam hal administrasi kependudukan, tentu RW tidak perlu menarik dana apapun dari warga karena untuk membeli tinta cap, tidak akan habis dana dari Pemerintah. Struktur RW juga tidak perlu banyak, cukup 1 atau 2 orang saja yang fungsinya hanya menandatangani dan mengarsipkan Surat Keterangan yang sudah dibuat oleh RT.
            Entah mulai kapan, RW.03 ini dibebani harus mengurus sampah warga dan keamanan (dengan tenaga Satpam). Sewaktu saya menjadi Sekretaris RT (sekitar 2004-2007), di RT masih memiliki 2 tenaga Satpam yang harus dibayar warga, namun pada tahun 2008an tidak ada lagi tenaga Satpam dan sudah dicover oleh Keamanan RW. Namun demikian, dana yang dialokasikan RT untuk membayar Satpam tersebut tetap saja tidak diserahkan ke RW, sehingga ‘pendapatan RT’ menjadi lebih besar.

            Jadi, intinya di tulisan ini adalah mari kita ‘cuci piring’ merestrukturisasi kembali ‘penguasaan’ atas dana warga agar ballance antara kebutuhan RT dan RW sesuai dengan ‘beban’ tanggung-jawabnya. Sudah saya utarakan di atas, jika RW hanya menjalankan fungsi utamanya (Administrasi Kependudukan) saja, RT tidak perlu repot-repot menyisihkan dana ke RW karena Pemerintah sudah memberinya. Kalau ini yang dikehendaki warga, silakan, namun urusan sampah dan keamanan dikembalikan ke RT. Jadi RW tidak lagi memiliki program apapun kecuali menandatangani Surat Keterangan warga yang sudah dibuat oleh RT. Tapi kalau dibebani juga masalah sampah, keamanan, serta penataan dan pembangunan lingkungan, mari kita hitung kembali secara proporsional, berapa iuran warga yang harus sampai ke RW.
            Bapak/ Ibu Pengurus RT mungkin selama ini terlena, silakan tanyakan ke rekan-rekan kerja atau ke daerah-daerah sekitar, berapa jumlah iuran warga per bulannya. Pasti akan terperangah, bahwa iuran warga kita termasuk ke ‘level’ terbawah (kelas Perumnas atau Perumahan Sederhana). Malu dengan kondisi individu penduduknya yang memiliki rumah gedong, memiliki kendaraan bermotor (sepeda motor/ mobil) dan kemewahan-kemewahan lainnya. Di sini memang saya memiliki kesimpulan bahwa “orang kaya belum tentu dermawan” atau “orang kaya makin njelimet perhitungannya sehingga sepeserpun dilihatnya amat besar” dan “kurangnya kesadaran bahwa harta itu hanya titipan Tuhan yang kelak akan diperhitungkan kemanfaatannya bagi lingkungannya.”

Senin, 02 Mei 2011

PR Hasil Rapat 1 Mei 2011


PR Hasil Rapat 1 Mei 2011


Bapak, Ibu, Saudara, Saudari Peserta Rapat RT-RW-PKK-Tokoh Masyarakat, ada PR yang harus diselesaikan segera, yaitu (1) Pembicaraan Penyesuaian Iuran Warga ke RW melalui RT dengan sesama-Pengurus RT, maupun warga di RT bersangkutan, dan (2) Pembentukan RW Siaga.
            Pembicaraan itu berhubungan dengan harapan Ketua RW agar warga bersedia memberi iuran sebesar Rp. 15.000,- (lima-belas-ribu rupiah) per rumah per bulan. Bila ada warga yang sangat mampu, maka mereka bisa memberi lebih banyak, dan sebaliknya, bila ada warga yang tidak mampu, mereka bisa memberi lebih sedikit dari itu. Per RT diharapkan (dengan subsidi silang sesama-warganya) dapat menyetor n X Rp. 15.000,- di mana n adalah banyaknya rumah yang berpenghuni.
            Hendaknya, setiap membayar iuran ke Bendahara RW disertakan juga rincian warga yang telah melunasi iurannya (cukup dengan data: alamat dan uang iurannya, misalkan B2 No. 8, Rp. 15.000,-, dan seterusnya). Data tersebut akan digunakan oleh Divisi Administrasi Kependudukan untuk memberi atau tidak memberi tanda tangannya bila warga mengurus surat-surat administrasi kependudukannya. Tanda tangan akan diberi, hanya jika warga yang bersangkutan telah melunasi iurannya.
            Bila ada RT yang secara keseluruhan tidak sanggup membayar n X Rp. 15.000,- diharap Ketua RT-nya mengajukan Surat Permohonan pengurangan iurannya dengan alasan-alasan yang jelas. PR ini harus diselesaikan segera karena bulan Mei 2011 ini dimulai penyesuaian iuran tersebut.
            Sedangkan untuk pembentukan RW Siaga, dimohon Bapak, Ibu, Saudara, Saudari mengusukan nama-nama kandidat yang dirasa cocok menjadi SDMnya. Usulan ini bisa diutarakan langsung ke Pengurus RW yang Bapak, Ibu, Saudara, Saudari kenal untuk diteruskan ke Ketua RW. Dana untuk RW Siaga telah ada, dan saat ini dipegang oleh Ibu Nurul (KaPoktan Posyandu). Bila ingin menghubungi Ketua RW, bisa melalui email: bwahyudi@staff.gunadarma.ac.id atau di bwahyudi9@gmail.com.
            Demikian, atas perhatian dan kerja sama dari Bapak, Ibu, Saudara, Saudari sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Sungguh Keterlaluan Warga Kita ...!


Sungguh Keterlaluan Warga Kita...!


Sekitar jam 1.30 pagi, saya selesai main bulutangkis di Blok D. Di perjalanan pulang (jalan kaki) saya bertemu salah seorang Petugas Satpam yang sedang berpatroli dengan mendorong motornya. “Kok didorong Pak ?” tanya saya. “Kehabisan bensin Pak..!” jawabnya. Itu kejadiannya ketika saya masih menjabat sebagai Sekretaris RW. Saya tidak tahu menahu tentang dana RW, baik untuk honor Satpam maupun biaya operasional Satpam. Itu urusan Bendahara RW.
            Sekarang saya ditunjuk menjadi Ketua RW, tentu saya ingin tahu semua urusan ke-RW-an. Betapa terkejutnya saya, honor Satpam rata-rata hanya Rp. 400.000,- (empatratusribu rupiah) per bulan !, saya tidak dapat membayangkan bagaimana memberi makan anak-istrinya !. Honor itupun harus dikurangi dengan pembelian bensin untuk mereka patroli !, gila !.
            Saya kembali teringat peristiwa lalu itu. “Masya Allah, penghuni rumah-rumah di sebelah di mana Satpam mendorong motornya sudah tidur pulas di ruang ber-AC, aman, bersih, nyaman...tega ‘menyiksa’ Satpam seperti ini !”. Mereka hanya merasa “saya sudah membayar iuran ke RT...” tapi tidak mau tahu, apalagi peduli, berapa sampai RW dan berapa sampai Petugas Satpam ?. Jika dirata-ratakan, maka iuran RT ke RW    = Rp. 300.000,00. Jika setiap RT ada 40 rumah yang terisi, maka setiap rumah memiliki andil membayar iuran hanya Rp. 300.000,00/ 40 = Rp. 7.500,00 (tujuhribulimaratus rupiah) per bulan !. Jika dihitung per hari, maka andilnya hanya Rp. 7.500,00/30 = Rp. 250,00 (duaratuslimapuluh rupiah). Kembali “Masya Allah !, dengan andil Rp. 250,00 per hari, mereka minta bersih dan aman !”, itulah keterlaluannya warga kita.
            “Kencing di WC umum saja bayar Rp. 1.000,00” kata seseorang. Itupun tanpa jaminan kebersihan, tanpa jaminan keamanan,” dan itupun hanya urusan pribadi sesaat (tidak sampai 5 menit), kenapa berat bayar Rp. 1.000,00 itu ke RW per hari untuk kebersamaan seluruh warga, dan untuk waktu 24 jam penuh  ???.
           
            Kondisi seperti ini sudah saya sampaikan di Rapat RT-RW-PKK hari Minggu (1/5) kemarin dan mengharapkan kesadaran akan partisipasi warga dan RT untuk memberi iuran ke RW (yang mengkoordinir Satpam dan Pembuangan Sampah) yang memadai. Disebut memadai adalah menjadi RW Mandiri yang mampu membiayai seluruh biaya operasionalnya sendiri (sampah dan keamanan). Selama ini kita masih tergantung pada ‘pemberian’ dari pihak-pihak luar, seperti kios-kios, YP. Rachmani, perumahan Andhika, dan sebagainya. Tanpa kemandirian, tidak ada kewibawaan.
            Mulai bulan ini, ‘pendapatan’ RW (termasuk kios-kios, YP Rachmani, perumahan Andhika, dsb.), mulai minus (defisit) akibat dari kenaikan seluruh honor Satpam (karena Pengurus RW sudah tidak kuat menahan rasa pedih melihat honor Satpam). Bila tidak segera dibenahi (disesuaikan iurannya), maka RW terpaksa hanya akan menjalankan fungsi sebagai perantara surat-surat administratif dari Pemerintah ke warga dan warga ke Pemerintah. Segala urusan kebersihan dan keamanan akan dikembalikan ke masing-masing RT.

            Beberapa info yang kami himpun dari rekan-rekan kerja kami di Universitas Gunadarma diperoleh bahwa ada yang tinggal di Perumahan Depok Lama Alam Permai, membayar iuran ke RW sebesar Rp. 150.000,00 (seratuslimapuluhribu rupiah) per bulan, kebersihan dan keamanan menjadi beban kerja RW. Yang tinggal di Mutiara Depok membayar iuran ke RT sebesar Rp. 100.000,00 (seratusribu rupiah) dan dari RT ke RW menyetor Rp. 90.000,00 (sembilanpuluhribu rupiah) per rumah, kebersihan dan keamanan menjadi beban kerja RW. Yang tinggal di Perumnas Depok Timur, RW menerima iuran dari RT Rp. 270.000,00 (duaratustujuhpuluhribu rupiah), tapi keamanan dan kebersihan ditanggung RT masing-masing. Yang di perumahan Bukit Waringin Bojonggede membayar iuran ke RT sebesar Rp. 25.000,00, dan dari RT Rp. 10.000,00 tetapi kebersihan dan keamanan semuanya diurus oleh RT masing-masing. Yang paling murah ada di perumahan Taman Puspa di sebelah Brimob Kelapa Dua. Iuran ke RW tidak ada, alias Rp. 0, yang ada hanya iuran ke RT sebesar Rp. 70.000,- (tujuhpuluhribu rupiah), karena RT-lah segala urusan kebersihan dan keamanan lingkungan. RW hanya mengutip Rp. 10.000,00 (sepuluhribu rupiah) per surat yang diurus warga. Murah ??? hehehe...

            Apakah kita memang tergolong warga yang paling miskin ??? (dari hasil rapat kemarin saya harapkan setiap rumah memberi iuran Rp. 500,- per rumah/ hari kepada RW atau Rp. 15.000,- per bulan. Lebihpun tidak mengapa). Semoga ini terlaksana, malu dengan rumah gedong dan mobil yang berjejer di rumahnya......