Halaman

Minggu, 19 Juni 2011

Pelatihan Pembuatan Pupuk Kompos

Pada Minggu, 19 Juni 2011 mulai Pk. 09.30 hingga 12.00 telah dilaksanakan pelatihan pembuatan pupuk kompos dari sampah-sampah organik (biologis). Pelaksanaannya mengambil tempat di Aula Kelurahan Sukmajaya, Depok. Hadir pada kesempatan itu 26 orang, termasuk Lurah Sukmajaya, Bp. H. Ues Suryadi, MPd., Pembicara I, Drs. Abdul Rahman (Kasie di DKP Kota Depok), Pembicara II, Dra. Setijati H. Ediyono, MS (Trisakti). Selain itu, hadir pula tuan rumah penyelenggara, Ketua RW.03 Bp. Bambang Wahyudi, dan undangan kehormatan Ketua RW.02 Bp. Sriyono. Acara tersebut dimoderatori oleh Bp. Siswanto Imam P. selaku Penggagas berdirinya Komunitas Peduli Lingkungan Hijau dan Bersih di RW.03.

Lurah Sukmajaya, Depok
Sambutan pertama dan sekaligus pembuka kegiatan ini dilakukan oleh Lurah Sukmajaya, Bp. H. Ues Suryadi, MPd. Intinya, Lurah Sukmajaya menyambut baik kegiatan ini dan mendukung sepenuhnya terciptanya lingkungan yang hijau dan bersih di lingkungan RW.03 khususnya dan di lingkungan Kelurahan Sukmajaya pada umumnya. Pada kesempatan ini beliau menyampaikan beberapa hal yang perlu diketahui warga, antara lain: pembangunan dan revitalisasi situ Baru (situ Studio Alam), rencana pembuatan drainase di sekeliling Kantor Kelurahan Sukmajaya, rencana perbaikan (rehabilitasi) Kantor Kelurahan Sukmajaya dan sebagainya. Karena Kantor Kelurahan Sukmajaya berada di lingkungan RW.03, maka beliau meminta kerja sama antara Lurah Sukmajaya dan RW.03 dalam berbagai hal perlu terus ditingkatkan agar pelayanan kepada publik bisa dimaksimalkan.

Kasie Pengelolaan Sampah, 
Sabutan kedua diberikan oleh Bp. Drs. Abdul Rahman, Kasie Pengelolaan Sampah di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Beliau menyampaikan beberapa kesulitan dalam mengelola persampahan di Kota Depok ini. Sebagai pejabat baru di eselon IV di DKP ini, ia akan terus berusaha untuk mengimbau kesadaran warga akan arti pentingnya pengolahan sampah di lingkungan masing-masing. Betapa tidak, DKP tidak sanggup melayani kebutuhan warga untuk membuang sampah di setiap harinya, hal itu karena keterbatasan armada kendaraan pengangkutan sampah, keterbatasan lahan pembuangan sampah, dan keterbatasan dana operasionalnya. Di Depok, sampah terbesar dihasilkan oleh rumah tangga dan pasar. Pada kesempatan itu pula beliau menyampaikan daerah-daerah yang sudah menjalankan program pengolahan sampah mandiri, membuat lubang-lubang biopori (penyerapan air), dan beberapa upaya lain dalam mengurangi volume sampah di daerahnya.

Dra. Setijati H. Ediyono, MS.
Pembicara kedua, sekaligus sebagai pelatih pembuatan pupuk kompos dari limbah rumah tangga dan lingkungan  dilakukan oleh Ibu Dra. Setijati H. Ediyono, MS. Dalam kata pengantarnya, beliau mengatakan bahwa masalah sampah adalah masalah kesadaran dalam diri. Sebaik apapun program yang dicanangkan, tidak akan berarti tanpa kesadaran masyarakat itu sendiri. Minimal yang harus diusahakan adalah agar tumbuh kesadaran di kalangan rumah tangga untuk mau memilah sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Jika sudah dilakukan pemilahan, maka sedikit masalah dalam mengolah sampah sudah dapat teratasi. Atas permintaan warga, maka beliau langsung menerangkan bagaimana membuat kompos dari sampah organik dengan cara praktek langsung ke lapangan. Beliau membawa sendiri segala peralatan yang dibutuhkan, yaitu (1) mesin pencacah kapasitas kecil, (2) dedak, (3) bioaktivator EM4, (4) sekam, dan (5) gula cair, (6) air.

Langkah pertama yang dilakukan adalah "membuat ragi" dengan cara mencampur dedak dengan bioaktivator yang telah dilarutkan ke dalam gula cair dan air. Campuran itu dibuat tidak perlu sampai basah sekali, cukup terasa kelembabannya. Campuran itu didiamkan sekitar 2 hari, nanti akan terasa menjadi hangat dan ditumbuhi jamur (akibat fermentasi). Aduk saja campuran tersebut dan siap menjadi "ragi" yang akan dicampur dengan rajangan sampah. Sekam dapat digunakan sebagai pengganti dedak.

Proses pencacahan sampah
Langkah selanjutnya adalah mencacah sampah dengan mesin pencacah (yang dibawa yang berskala kecil). Hasil cacahan itu adalah sampah yang halus, sampah itu kemudian diletakkan di wadah untuk proses peragian (dicampur dengan ragi tadi). Dalam skala besar, sampah itu cukup diletakkan di lantai beralas dengan ketinggian sekitar 20 cm dan ditutup dengan terpal agar campuran sampah dan "ragi" tersebut segera terfermentasi. Proses fermentasi dilaksanakan sekitar 4 hari untuk kemudian diangin-anginkan. Maka, jadilah pupuk kompos. Bila mutu dari pupuk tersebut mau ditingkatkan, maka pada saat proses peragian, dapat ditambah dengan kotoran hewan (sapi atau kambing). Untuk sampah yang lebih kering, misalkan dari daun-daun yang gugur, maka proses fermentasinya bisa berlangsung lebih lama, dan proses pencampurannya harus lebih basah (lebih lembab). Semua tahapan proses tersebut tidak ada bau sampah seperti sampah-sampah pada umumnya karena sampah yang diolah belum terjadi proses pembusukan. Karenanya, bila akan dibuat kompos secara masal yang tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, maka proses pemilahan dan pengambilan sampah dari rumah tangga harus dilakukan setiap hari.

Bp. Siswanto Imam P.
Pada akhir pertemuan, moderator Bp. Siswanto Imam P, yang juga selaku Humas dan Kerja Sama Ekternal RW.03 memberi kesempatan untuk berdiskusi kepada peserta dan nara sumber. Karena banyak peserta yang antusias dan bersemangat untuk segera merealisasikan kegiatan ini, maka akan segera dibentuk dan diresmikan Komunitas Peduli Lingkungan Hijau dan Bersih di Wilayah RW.03 ini. Komunitas ini akan membuat proposal pengajuan untuk mendapatkan mesin pencacah skala besar untuk satu lingkungan RW. Sebelum mesin itu tersedia, perlu mulai dibiasakan sejak sekarang adalah pemilahan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik sehingga ketika mesin itu tiba, warga sudah siap.

Bp. Muhadi, salah seorang peserta menyarankan untuk memilih daerah pilot project dulu, misalkan tiga gang di Blok D, setiap Kamis dan Jumat, sampah warga (yang sudah dipilah) diambil, Sabtu atau Minggu diolah untuk menjadi pupuk. Sementara mesin itu belum ada, maka dapat dilaksanakan dengan cara dicacah menggunakan golok. Bila pilot project itu sudah berjalan, maka kehadiran mesin pencacah akan memperluas daerah pemilahan sampah tersebut.

Sebagian peserta pelatihan pembuatan pupuk kompos
Memang, tidak ada 'proyek baru' yang berjalan mulus, semua pasti akan menemui hambatan, begitu juga proses pembuatan pupuk dari sampah ini. Hambatan utama adalah (1) menumbuhkan kesadaran warga untuk mau memilah sampah antara sampah organik dan anorganik, (2) kurangnya pengalaman dalam mengolah sampah, sehingga masih harus terus belajar dari daerah-daerah lain yang sudah berhasil lebih dulu, misalkan daerah yang telah berhasil melaksanakan program bank sampah, (3) kurangnya dana, sehingga masih perlu dicari dana yang bisa membiayai pembelian mesin pencacah sampah, mesin pengayak kompos, dan bangunan tempat pengolahan sampah beserta fasilitasnya, (4) mental warga yang masih kurang dalam hal menjaga kebersihan lingkungan sehingga banyak sampah yang tidak sempat dimanfaatkan (diolah atau didaur ulang), (5) masalah-masalah lain. Namun, justru dengan adanya masalah-masalah tersebut akan memicu anggota komunitas untuk segera bertindak dan merealisasikan kegiatan ini.

Selaku Ketua RW.03 saya mengucapkan terima kasih kepada salah seorang warga kami, Bp. S. Adityawan yang begitu peduli dengan masalah perkomposan ini sehingga beliau bersedia menghubungi Ibu Dra. Setijati H. Ediyono, MS. sehingga terlaksananya kegiatan hari ini.

Dengan mengucap "Bismillahirohmaanirrohiim," mari kita segera wujudkan kegiatan ini, Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah, memberi kemudahan jalan bagi kita sekalian. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar