Halaman

Senin, 28 Maret 2011

Jabatan Juga Merupakan Teguran Tuhan

Selama ini (di lingkungan keluarga besar orang-tua), saya dikenal seorang yang sangat pendiam, istilahya "kalau tidak dicolek tidak bersuara." Tapi sejak kecil saya dikenal sebagai "pemikir" yang mandiri, segalanya saya usahakan saya lakukan sendiri tanpa perlu "menyusahkan" orang tua. Sampai pada perayaan pernikahan saya, orang tua tinggal "duduk manis", semua biaya dan acara saya yang atur.

Hal itu terus terbawa hingga beberapa saat lalu, saya tidak banyak kenal orang dan saya tidak dikenal banyak orang di sekeliling saya. Di rumah saya memiliki keasyikan sendiri, yaitu membuat buku, atau membuat program komputer sehingga saya amat jarang "nenangga." Hingga tiba saatnya saya diminta mau dicalonkan menjadi Ketua RW.

Saya hanya mengatakan kepada orang yang meminta saya menjadi calon Ketua RW (Bp. Rahendro Jati): "saya tidak kenal banyak orang dan saya tidak dikenal banyak orang. bagaimana ?." Beliau bersedia membantu kekurangan saya tersebut, saya akan dicarikan orang-orang yang akan didudukkan menjadi team saya kelak bila saya terpilih. Tentu beliau juga meminta bantuan orang lain yang tahu keadaan atau sifat orang per orang yang cocok menjadi Pengurus RW.

Saya yakin banyak orang yang "tidak menyangka" saya bisa berbicara di hadapan pemilih Ketua RW ketika "kampanye" dengan nada yang jenaka dan "percaya diri," seperti kalimat "jangankan hanya jadi Ketua RW, jadi Lurahpun saya berani bersaing." Pendek kata, secara aklamasi saya dipilih menjadi Ketua RW mengalahkan pesaing dari RT.02, Bp. Genderang.

Terpilihnya saya, tentu membawa konsekuensi sendiri bagi saya. Saya harus banyak bergaul agar banyak mengenal orang dan dikenal banyak orang. Ini merupakan teguran dari Tuhan, bahwa saya adalah makhluk sosial yang harus saling mengenal dan bekerja sama dengan orang lain, minimal di lingkungan sendiri. Kalau di lingkungan kampus, jabatan saya sepertinya sudah "mentok" di Deputi Senior Rektor sehingga "power" saya harus dikembangkan ke lingkungan lain, yaitu lingkungan rumah.

Memang kondisinya berbeda, namun justru harus saya manfaatkan untuk menimba pengalaman baru sambil mengaplikasikan kegiatan di kampus selama ini ke masyarakat. Salah satu hal yang harus diaplikasikan oleh dunia pendidikan ke masyarakat adalah (1) pengabdian diri, dan (2) kejujuran. Di dalam dunia pendidikan, pengabdian adalah hal yang utama karena tidak semua ilmu yang ditransformasi ke mahasiswa bisa dinilai dengan uang (bahkan gaji seorang dosen jauh di bawah gaji pengusaha). Kejujuran juga merupakan hal pokok dalam pendidikan, karena tidak ada ilmu tanpa kejujuran, semua rumus, semua formula, ditemukan dan diaplikasi dengan dasar kejujuran akademis.

Jadi, seakan Tuhan menegur saya "bergaullah Anda, dan sebarkan ilmu pengetahuan yang Anda miliki kepada lingkungan Anda, meski hanya sedikit." Dengan demikian, saya harus bekerja tanpa pamrih (pengabdian diri), - sebarkan jiwa pengabdian itu kepada lingkungan -dan memimpinlah dengan jujur - sebarkan jiwa kejujuran itu kepada lingkungan -

Semoga Tuhan meridhoi. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar