Halaman

Senin, 04 April 2011

Jadilah RW Mandiri !



RW MANDIRI


Selama (kekuatan) kita masih tergantung kepada (belas kasihan) orang lain, maka kita tidak dapat memiliki sepenuhnya diri kita. Tinggal tergantung orang lain itu, bagaimana ia (mereka) akan mengatur diri kita. Bila ia (mereka) berakhlak baik, maka ia (mereka) akan mengatur kita ke arah kebaikan, sebaliknya, bila ia (mereka) berakhlak buruk, maka ia (mereka) akan mengatur kita dengan semena-mena ke arah yang buruk.

Begitu juga, kita yang terhimpun dalam kepengurusan RW, jika operasional RW kita masih tergantung pada pihak lain, maka pihak lain itu bisa mengatur kita. Kata “mengatur” bisa dalam arti positif maupun negatif, namun umumnya mengarah ke “negatif.”

Itulah yang terkuak pada rapat terbatas (ngobrol-ngobrol iseng namum bermutu), beberapa Pengurus RW, yaitu Ketua (Bambang Wahyudi), Sekretaris I (Sugiri Tejanagara), Sekretaris II (Rahendro Jati), Bendahara (Drajad), Koord. Divisi Sosial (Hartadi), Koord. Divisi Administrasi Kependudukan (Marsono Yudo), Angg. Divisi Keamanan (Sull Supranjono), beberapa petugas keamanan (Satpam), dan undangan (Nur Kadi), di Saung Blok C, Minggu malam (3 April 2011).

Pada obrolan itu terkuak bahwa RW kita tidak memiliki “kewibawaan” di mata Yayasan Pendidikan Rachmani yang selama ini menggunakan fasilitas jalan tembus miliki RW. Ketidakwibawaan itu ditunjukkan dengan “kekuasaan” mereka atas portal milik kita yang kita gunakan untuk membuka dan menutup akses jalan ke arah mereka.

Kita (Pengurus RW-RW sebelumnya) sebetulnya telah berbaik hati kepada mereka untuk memberi jalan akses ke Yayasan Pendidikan Rachmani itu melalui portal yang kita bangun dengan waktu buka portal kita sesuaikan dengan kegiatan belajar-mengajar di sana (jam-jam keluar-masuk sekolah). Kita berbaik hati karena mereka mendidik anak-anak bangsa, generasi muda kita. Merekapun memberi kompensasi kepada kita dana sebesar Rp. 900.000,00 (sembilan-ratus-ribu rupiah) per bulan.

Seiring dengan berjalannya waktu, mereka sepertinya “menguasai” portal tersebut, sehingga waktu buka-tutup portal bisa mereka “atur” sendiri. Hal itu mungkin terjadi karena selama ini Ketua RW (saat itu) mudah (selalu) memberi rekomendasi bila ada yang menghadapnya untuk minta dibukakan portal, hingga tiba waktunya mereka tidak perlu meminta rekomendasi dan langsung “memerintah” petugas keamanan (Satpam) untuk melaksanakan permintaannya.

Akibatnya, portal itu terbuka plong dari pukul 5.00 pagi hingga pukul 17.00 petang. Dengan terbukanya portal tersebut, maka banyak kerugian yang kita alami. Pertama, kewibawaan RW runtuh di mata mereka. Kedua, akses jalan tersebut dinikmati pula oleh perumahan dan penduduk di sekitar YP Rachmani untuk melalui jalan tersebut. Ketiga, faktor keamanan lingkungan menjadi lebih lemah karena adanya jalan akses langsung ke perumahan kita.

Faktor yang paling merugikan adalah berkurangnya kenyamanan dan ketenteraman warga kita (khususnya yang dilalui kendaraan antar-jemput anak sekolah). Tidak kurang dari 100 kendaraan (khususnya roda empat) yang lalu-lalang setiap harinya dari dan ke Yayasan Pendidikan Rachmani tersebut. Bisa kita bayangkan jika “di sebelah” rumah kita setiap jam-jam masuk-pulang sekolah ratusan mobil berseliweran.

Dulu, ketika ditetapkan mereka harus memberi kompensasi dana sebesar tersebut di atas, kondisi sekolah itu tidak seramai sekarang, dan tidak ada pembicaraan tentang mobil antar-jemput atau mobil orang-tua/ wali yang akan mengantar atau menjemput anaknya. Bisa kita bayangkan jika sekolah tersebut terus berkembang, berapa ratus mobli lagi yang akan berseliweran ??.

*****

Melihat dari laporan kas RW terakhir, di sana dilaporkan bahwa saldo rata-rata per bulan adalah Rp. 500.000,00 (lima-ratus-ribu rupiah). Itu sudah termasuk dana kompensasi dari YP Rachmani. Berarti, bila dihitung tanpa dana kompensasi tersebut, kas kita defisit Rp. 400.000,00 per bulannya !!.

Jelas, dari hitung-hitungan sederhana itu kita memang “lemah,” bagaimana bisa menegakkan “kewibawaan” ?.

*****

Sebetulnya, jika kita semua warga RW ini tidak “pura-pura miskin,” masalah itu amat sangat mudah dipecahkan. “Jadilah RW Mandiri !” inilah jawabannya. Jika setiap rumah disiplin membayar iuran ke RW (melalui RT) untuk membiayai Satpam dan membuang sampah sebesar Rp. 15.000,00 (lima-belas-ribu rupiah) SAJA, urusan selesai. Rp. 15.000,00 PER BULAN. Jika dihitung per hari, maka rata-rata hanya Rp. 500,00 (lima ratus rupiah) !.

Bayangkan, dengan menyisihkan Rp. 500,00 per hari, ketenteraman dan kenyamanan lingkungan bisa lebih ditingkatkan. Masih tidak sanggup ??



Tidak ada komentar:

Posting Komentar