TUHAN PUN MENANGIS UNTUK INDONESIA
(SEBUAH PERENUNGAN)
Mengapa saat ini
Allah SWT tidak menurunkan nabi atau rasul yang memiliki mukjizat yang
menakjubkan seperti para nabi terdahulu ?, kan kita bisa menjadi pengikut
setianya. Dalam Islam dinyatakan bahwa Muhammad SAW adalah rasul terakhir.
Tidak akan ada rasul-rasul berikutnya,
yang ada hanyalah orang-orang yang mengaku-aku dirinya mendapat ilham, wahyu,
atau wangsit bahwa ialah rasul baru. Jelas ini adalah penipuan atau rasul
palsu.
Tuhan pun menyatakan bahwa pada hari
ini (ketika itu) telah disempurnakan Islam sebagai agama. Artinya, tidak akan
ada lagi perubahan ketentuan, baik penambahan atau pengurangan isi dari
ayat-ayat suci. Yang ada adalah perbedaan penafsiran seiring dengan perubahan
jaman. Karena Islam adalah rahmatan lil
alamin (kasih sayang kepada seluruh alam semesta) dan Islam adalah
satu-satunya agama yang diridhoi Allah, maka dengan kata lain, Allah saat ini
sedang bersemayam di arsyNya dan dengan
asyik sedang melihat-lihat ulah, perilaku, dan tindak-tanduk ciptaanNya,
termasuk manusia.
Dengan pernyataan “sudah
disempurnakan,” maka setiap yang hadir atau yang lahir di alam semesta ini
semua sudah disertakan sistem (ketentuan-ketentuan) untuknya. Makanya kita sering
bingung, kenapa Allah membiarkan orang-orang jahat hidup mewah dengan hasil kejahatannya.
Mengapa Allah membiarkan orang-orang kafir atau zionis memiliki ilmu
pengetahuan yang lebih tinggi sehingga dengan semena-mena menindas kaum
muslimin ?. Ya, Allah membiarkan (mengizinkan) semua itu karena Allah tidak
pernah main-main dengan hukum dan dalil-dalilnya (kesempurnaan Islam yang sudah
ditetapkanNya). Sehingga, siapapun orangnya, kalau ia rajin belajar, maka ia
akan lebih pandai dari pada orang yang tidak belajar. Siapapun orangnya, kalau
ia rajin bekerja maka ia akan lebih kaya dari orang yang malas, tidak peduli ia
orang beriman atau tidak (konsep rahmatan
lil alamin). Lagi-lagi Allah mengingatkan, kalau kita mau mengubah nasib,
maka kita sendiri yang harus mengusahakan perubahan itu. Jelaslah bahwa Allah sudah
‘lepas tangan’, silakan jalan sendiri karena Allah sudah memberi jalanNya.
Kalau begitu, apa artinya mengikuti
acara “doa dan dzikir” bersama di lapangan ?. Kalau yang diartikan doa dan
dzikir hanyalah memuja-muji Allah dengan suara yang mendayu-dayu, kadang dengan
suara keras dan berulang-ulang saja, maka itu tidak akan memiliki nilai apapun.
Apakah kegiatan itu sia-sia ?, tidak juga. Diharapkan dengan kita sering
menyebut dan mengingat-ingat kebesaran Allah, hati kita tergetar untuk bekerja (mengabdi) kepadaNya. Jadi, doa
dan dzikir tidak lantas selesai dengan bubarnya acara, melainkan masing-masing
peserta harus melanjutkan dengan kerja
nyata sesuai bidang keahlian dan kemampuan dirinya.
Secara anekdot, saya katakan bahwa
kaum iblis kini sedang menghadap Tuhan, berkeluh kesah, menangis, dan
menyatakan penyesalannya ditugaskan di Indonesia, mereka banyak yang minta PHK,
pensiun dini, atau dimutasi ke negara lain. Itu terjadi karena pekerjaan mereka
sudah diambil manusia sehingga tidak ada yang tersisa. Manusia Indonesia sudah
banyak yang menjadi penghasut, pengobar amarah, penebar angkara murka, membenarkan
yang salah, menyalahkan yang benar, menjadi pembunuh, perampok, koruptor,
pemadat, pemabuk, dan lain sebagainya. Padahal kaum iblis itu belum sempat membisiki
atau merayunya.
Secara anekdot, saya katakan juga
bahwa Allah sering menangis untuk Indonesia. Ia telah menciptakan negeri
Indonesia dengan keelokan, kemolekan, dan keindahan alamnya bak segenggam tanah
surga yang jatuh di bumi. Indonesia kaya raya akan tumbuhan dan keanekaragaman
hayati lainnya, kaya raya akan berbagai jenis pertambangannya, tanahnya subur
makmur, dan berbagai kelebihan lainnya dibanding negara-negara lain. Penduduknya
banyak yang hafal Alquran, banyak yang menjadi ustadz, ulama, kyai, tapi kok
masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan, masih banyak yang
menderita, masih banyak yang mengabaikan petunjuk agama, dan semacamnya. Allah ngenes melihat Indonesia, tapi sekali
lagi, Allah tidak mau main-main dengan ketetapannya (sistem yang telah
dibentukNya). Allah mencipta dunia dan seisinya ini cukup untuk memenuhi kebutuhan
seluruh umat manusia, tapi dunia dan seisinya ini, ternyata tidak cukup untuk
memuaskan satu orang yang serakah. Di Indonesia banyak orang yang serakah,
orang yang sudah memiliki banyak mobil, tapi sulit (pelit) untuk membayar iuran
warga yang jumlahnya hanya ‘seujung kukunya’, bahkan lebih kecil dari itu,
apalagi harus bersedekah, mengeluarkan zakat atau membantu orang-orang miskin
dan yang terlantar. Di Indonesia banyak orang yang sudah kaya (bergaji besar),
tetapi masih merasa miskin sehingga ia selalu berusaha untuk menambah
kekayaannya, meski dengan jalan korupsi.
Sungguh, Allah tidak membutuhkan
apapun dari makhluknya, termasuk dari manusia. Dari sini logika kita pasti tahu
bahwa dana yang digunakan untuk membangun masjid (yang diistilahkan dengan
“rumah Allah”) akan kurang bernilai jika dibandingkan dana yang diberikan
kepada orang-orang (makhlukNya) yang sangat membutuhkan. Di sini, bukan maksud
saya melarang menyumbang pembangunan masjid, tapi bisa kita amati, banyak
masjid dibangun di mana-mana dan saling berlomba besar-besaran dan
megah-megahan. Kapan masjid (yang besar-besar) itu penuh diisi jamaah ?. Paling-paling
pada sholat Jumat atau hari raya saja, sisanya ?. Sementara, di sekeliling
kita, masih banyak orang yang menahan rasa lapar setiap hari, masih banyak yang
belum mengenyam pendidikan dasar, masih banyak yang menahan rasa sakit karena
tidak memiliki biaya berobat, dan sebagainya. Kalau begitu, mari kita ambil
garis tengahnya, ayo sumbang masjid yang memrogramkan pengentasan kemiskinan di
wilayah sekitarnya, misalkan dengan pendirian koperasi, orang-tua asuh bagi
pendidikan anak, panti asuhan, rumah panti jompo, kegiatan pengobatan gratis, dan
sebagainya. Jadikan setiap masjid adalah “rumah Allah” yang sebenar-benarnya,
yaitu rumah yang penuh rasa kasih sayang, rumah yang peduli pada penderitaan
orang, rumah yang membawa berkah dan ampunan dariNya.
Jadi, kesimpulan dari tulisan ini
adalah, ayo baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama (dalam
himpunan), kita buktikan dengan kerja nyata bahwa kita tunduk dan patuh
(bertaqwa) kepada Allah SWT. Antara lain dengan memperhatikan lingkungan kita,
saudara-saudara kita, dan bantulah mereka yang memang perlu dibantu. Indonesia
sama sekali tidak kekurangan komentator, tidak kekurangan orang yang pandai
bersilat lidah, tidak kekurangan pemikir, tapi Indonesia kekurangan orang yang
mau bekerja untuk kepentingan bersama (bukan sekadar untuk kepentingan diri,
keluarga, maupun kroni-kroninya saja). Kita kekurangan orang yang bisa menjalankan komentarnya, orang yang mau mengerjakan ide-idenya, orang yang sanggup mengerjakan apa yang telah dipikirkannya. Tanggalkan casing (penampilan) yang katanya Islami (berkopiah, bersorban,
bersarung) kalau tidak mau bekerja secara nyata. Doa adalah gabungan dari niat,
pikiran, ucapan, dan perilaku, bukan hanya ucapan saja. Makanya, sebagai orang
tua, kita tidak boleh mengucapkan hal-hal yang buruk kepada anak-anak kita,
karena insya Allah, Allah yang Maha Pemurah, akan mengabulkan doa tersebut.
Mari kita ‘hapus air mata’ Tuhan,
semoga Ia bahagia dan bangga melihat tingkah polah kita yang selalu berada
dalam sistem ciptaanNya (menjaga segala perintahNya dan menjauhi segala
laranganNya). Allah Maha Pengasih dan Penyayang, Ia tidak menyembunyikan
sistemNya yang sudah sempurna itu, semua ada di Alquran, hadis, dan jagat raya
ini. Bacalah, dan bekerjalah !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar